Senin, 12 November 2012

Stupid Smartly


Menjelang magrib di sela-sela jam training, sohib gue buka sesi curhat. Konon, dia ini nekad ingin melakukan seuatu yang “Stupid” menurut akal sehat banyak orang katanya. Karena itu dengan lugas sobat gue ini bikin statement official : “Cuma dua orang yang tahu niatku ini .. it’s a well guarded plan.”
Yah berhubung sudah diselubungi kode etik psikologi dan perkawanan, gue gak akan bongkar habis apa yang sudah diniati lahir bathin oleh sobat gue ini – “Something stupid”nya itu. But, it is somehow determining his course of life. Sesuatu yang sakral dan personal, menghabiskan duit, beresiko nyawa (seandainya ada yang minum racun tikus dalam prosesnya) ….. dan off course - again ... stupid. Dibilang “Stupid”  karena jelas-jelas gak harus keluar duit dan tenaga beribu-ribu horse power menjelajah negara untuk mencari tahu jawabannya. Dengan intuisi akal anak yang masih puber saja, sudah jelas kelihatan kemana arah ceritanya. Tapi, yah, berhubung memang super duper personal, sobat gue ini mengaku dengan terbata-bata, “Just to kill my curiosity”.

Memang sih, mudah saja merespon curhatannya kawan gue ini. Cukup ambil pentungan dekat situ. Dan dua getokan sudah cukup untuk meluruskan kembali kewarasannya. Mengembalikan dia ke bumi.

Tapi, dalam sela hitungan milisekon diantara stimulus menuju responnya, gue teringat Leonardo Da Vinci. Konon, demi membunuh rasa ingin tahunya seperti apa isi tubuh manusia, dia melakukan hal bodoh yang beresiko tinggi : Berkali-kali mencuri mayat dari kamar jenasah dan mengirisnya tipis-tipis sekedar buat bisa jadi bahan gambar di buku primbonnya.
Dan bukan Cuma Da Vinci saja. Lha Da Max Sandy aja kerap kali melakukan hal-hal bodoh demi menuntaskan obesinya yang aneh-aneh. Seringkalinya juga menghisap duit yang ga sedikit. Belum lagi tenaga seabrek-abrek keluar untuk sesuatu yang insignifikan dan ga masuk akal di mata orang lain.

Cukup 100 milisekon gue menghadirkan pengalaman Da Vinci dan Max Sandy di sel-sel kelabu gue, sampai akhirnya gue kemudian buka mulut dan berkata, “Do it lah ....”

Gantian sobat gue yang melongo. “Maksudnya?”

“Yah, jika kamu tahu hal bodoh itu adalah kunci untuk membuka sesuatu yang tidak bodoh. Why not. Kebodohan yang obsesif akan lebih berbahaya kalau dibiarkan berkelana di ruang pikir. Lebih bagus dituntaskan secepatnya. Dibuatkan jalan nafas .. supaya kebodohan itu bisa terlaksana dan kita bisa move on. Syaratnya, lakukanlah kebodohan itu dengan seanggun mungkin. Rencanakan sebaik mungkin. Plan for the best and prepare for the worst. Make it count.”

Kecuali … kalau kebodohan yang kita lakukan ternyata untuk membuka kebodohan berikutnya dan bikin orang lain jadi sengsara, yah itulah yang namanya stupid kuadrat. Kita jadi makanan obsesi diri kita sendiri sampai kita megap-megap kehilangan nafas. Karena itu, selagi bisa dan selagi mampu bertualang, do our own stupid things. Celebrate the power of our curiosity. After all, curiosity is the fuel of all wisdom.

Behind every standing tall man, there is small thing called “stupidity” …..

Alih-alih mementung kepalanya, gue memilih untuk memberikan “pentungannya” ke tangan sobat gue. Dan berharap, semoga, di satu titik dalam hidupnya .... dia bisa mementungi kepalanya sendiri.

TUNG!
Have a good adventure and revelation, mate!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar