Yah berhubung sudah diselubungi kode etik psikologi dan
perkawanan, gue gak akan bongkar habis apa yang sudah diniati lahir bathin
oleh sobat gue ini – “Something stupid”nya itu. But, it is somehow determining
his course of life. Sesuatu yang sakral dan personal, menghabiskan duit,
beresiko nyawa (seandainya ada yang minum racun tikus dalam prosesnya) ….. dan
off course - again ... stupid. Dibilang “Stupid”
karena jelas-jelas gak harus keluar duit dan tenaga beribu-ribu horse
power menjelajah negara untuk mencari tahu jawabannya. Dengan intuisi akal anak
yang masih puber saja, sudah jelas kelihatan kemana arah ceritanya. Tapi, yah,
berhubung memang super duper personal, sobat gue ini mengaku dengan terbata-bata,
“Just to kill my curiosity”.
Memang sih, mudah saja merespon curhatannya kawan gue ini.
Cukup ambil pentungan dekat situ. Dan dua getokan sudah cukup untuk meluruskan
kembali kewarasannya. Mengembalikan dia ke bumi.
Tapi, dalam sela hitungan milisekon diantara stimulus menuju
responnya, gue teringat Leonardo Da Vinci. Konon, demi membunuh rasa ingin
tahunya seperti apa isi tubuh manusia, dia melakukan hal bodoh yang beresiko
tinggi : Berkali-kali mencuri mayat dari kamar jenasah dan mengirisnya tipis-tipis
sekedar buat bisa jadi bahan gambar di buku primbonnya.
Dan bukan Cuma Da
Vinci saja. Lha Da Max Sandy aja kerap kali melakukan hal-hal bodoh demi
menuntaskan obesinya yang aneh-aneh. Seringkalinya juga menghisap duit yang ga
sedikit. Belum lagi tenaga seabrek-abrek keluar untuk sesuatu yang insignifikan
dan ga masuk akal di mata orang lain.
Cukup 100
milisekon gue menghadirkan pengalaman Da Vinci dan Max Sandy di sel-sel kelabu
gue, sampai akhirnya gue kemudian buka mulut dan berkata, “Do it lah ....”
Gantian sobat
gue yang melongo. “Maksudnya?”
“Yah, jika kamu
tahu hal bodoh itu adalah kunci untuk membuka sesuatu yang tidak bodoh. Why not. Kebodohan yang obsesif akan
lebih berbahaya kalau dibiarkan berkelana di ruang pikir. Lebih bagus dituntaskan
secepatnya. Dibuatkan jalan nafas .. supaya kebodohan itu bisa terlaksana dan
kita bisa move on. Syaratnya,
lakukanlah kebodohan itu dengan seanggun mungkin. Rencanakan sebaik mungkin. Plan for the best and prepare for the worst.
Make it count.”
Kecuali … kalau kebodohan yang kita lakukan ternyata untuk
membuka kebodohan berikutnya dan bikin orang lain jadi sengsara, yah itulah yang namanya stupid kuadrat. Kita jadi makanan obsesi diri kita sendiri sampai
kita megap-megap kehilangan nafas. Karena itu, selagi bisa dan selagi mampu bertualang, do
our own stupid things. Celebrate
the power of our curiosity. After all, curiosity is the fuel of all wisdom.
Behind every standing
tall man, there is small thing called “stupidity” …..
Alih-alih mementung kepalanya, gue memilih untuk memberikan
“pentungannya” ke tangan sobat gue. Dan berharap, semoga, di satu titik dalam
hidupnya .... dia bisa mementungi kepalanya sendiri.
TUNG!
Have a good adventure
and revelation, mate!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar