Selasa, 06 November 2012

The Origin of Gua Gue


Waktu jaman dinosaurus masih gigit besi … jauh sebelom leluhur gue bermimpi bakal punya keturunan manusia tiga perempat normal kayak gue, maka hiduplah beragam manusia-manusia bermonyong besar dan berbulu lebat. Mereka dengan segala keterbatasannya memahami semesta  masih sering merasa asing ama dunia mereka. Gak paham apa petir itu sebetulnya. Gak paham apa gunung berapi itu sebetulnya. Gak paham apa wifi itu sebetulnya (koreksi : dulu belom ada wifi. Maaf, penulis kurang melakukan riset sebelom bikin entri blog ini).
Bahkan mereka gak paham kalau suatu saat monyong keturunan mereka bakal kempes, lalu kemudian sering saling bernostalgia dengan kemonyongan mereka menggunakan ritual sapaan, “ Dasar moyong lu!”  Nah, itulah kenapa kemudian bangsa-bangsa nendearthal ini kemudian masuk ke gua mereka masing-masing. Berlindung di sana. Berkontemplasi di sana. Berusaha memahami dunia dari berkas cahaya tipis yang masuk lewat celah bebatuan.
Lalu di kala iseng dan senggang, mereka pun bermain Nintendo bersama keluarga (koreksi : maaf rupanya dulu belom ada Nintendo. Lagi-lagi kurang riset mendalam nih). Maksud gue, mereka kemudian mencorat-coret dinding gua mereka dengan rupa-rupa goresan sederhana, yang maksudnya untuk dinikmati sendiri. Diketawain sendiri. Ditangisin sendiri. Dan ehm … kadang-kadang dikencingin sendiri juga.
Yang mereka gak sadar adalah, kelak ketika ujud mereka cuma tinggal tulang taleng, gua mereka kemudian digali dan dieksplorasi habis-habisan oleh para arkeolog (tentu saja sebagian arkeolog itu ada yang semaput menghirup aroma kencing purbakala mereka di dinding-dinding gua itu). Dan dari situlah para arkeolog lantas bisa mengira-ngira betapa asiknya hidup mereka di jaman itu: Makan fried chicken yang paha ayamnya segede paha gajah, tusuk-tusuk gigi pake tulang T-rex, dan boleh main api-apian kapanpun suka karena rumah gua mereka semua terjamin anti api.
Gue ... gak ubahnya seperti mereka. Makhluk penghuni gua. Penghuni kegelapan. Dan sekarang, mereka menyebut orang gua di jaman canggih sekarang ini dengan istilah yang lebih intelek membahana, yatu : i n t r o v e r t.
Maka, gue pun sebagai manusia primitif modern menyesuaikan diri, membuat gua bukan dari bebatuan lagi, melainkan pake pixel dan byte. Dan bim sa la bim, jadilah gua digital gue sendiri. Gua sempit tempat gue mencorat-coret sekedarnya dan sekenanya apa-apa yang gue lewati dan gue pikirin. Kadang serius, kadang slebor, kadang garing segaring-garingnya. Tapi, hey ... it’s home.
So, selamet mampir ya di gua gue. Gua tempat gue ngeblog dengan cara-cara kadang di luar nalar dan akal sehat. Ya, maklumlah ... gue ini gak beda ama orang nendearthal yang belom paham apa itu hidup. Apa itu semesta. Dan semoga temen-temen yang sengaja gak sengaja kejeblos masuk blog ini, bisa menjadi para arkeolog dan eksplorer kepingan hidup gue. Para eksplorer yang suatu saat nanti bisa dapet ilham betapa asiknya hidup gue .... walau cuma sebatas gua sempit yang sederhana.
Thx all ... for you are all the light that breach tru’ the stone of my cave and brighten my life.

1 komentar:

  1. knock.. knock.. kulonuwun..
    mari kita masuki dapur kehidupan berbumbu kaki lima; bersitarasa bintang tuju..
    salam sambel pete, hehehee :D

    BalasHapus