Kamis, 08 November 2012

OLA .. again


Orang bilang kebanyakan makan mi instan itu berbahaya. Bisa jadi benar.

Buktinya suatu pagi.
Gue dan Nyonya habis melahap mi instan goreng buat sarapan.
Cuma butuh waktu sebentar mie itu untuk bereaksi. Istri gue dulu yang kena gejalanya. Halusinasi berat.
Dia teriak sampai tetangga sebelah mencelat, ”OLAAAAA ... !!!”
Segera gue menghambur keluar melihat apa yang terjadi. Dan giliran gue yang terkena halusinasi. Di depan mata gue duduk manis seekor kucing di teras yang lagi menjilat-jilat kakinya tanpa dosa .... si OLA!!! Ola yang setau gue sudah raib dibuang di sekitar bak sampah 2 kilometer dari rumah. Setelah membaca mantra-mantra untuk mengusir halusinasi itu, ternyata OLA masih di depan mata. Dia masih saja di situ. Nyata. Hidup. Pulang.

Rupanya bukan halusinasi.
Rupanya makan mi instan tidak berbahaya.

Gantian satu pertanyaan besar mengocok-ngocok kepala gue, ”Gimana caranya OLA bisa pulang?!”
Sekedar pemberitahuan, ini adalah kali kedua OLA dibuang. Pertama kali, gue merayu OLA masuk mobil dan berkeliaran putar-putar keluar kompleks rumah. Lalu sejarak 1 kiloan dari rumah, gue persilakan OLA keluar mobil dan mencari nafkah sendiri. Dan bim sala bim, dua hari kemudia OLA muncul kembali di teras rumah. Lalu istri gue memberikan petuah bijak, ”Kucing selama bisa melihat jalan, dia akan tahu arah pulang.” Makanya, ini adalah percobaan kedua. Strateginya pun lebih cermat dan penuh perhitungan. Kali ini OLA dibujuk masuk kotak kontainer plastik besar, lalu ditutup rapat. Kemudian, gue meluncur sejauh 2 kilometer, meliuk-liuk di jalan berkelak kelok. Dekat bak sampah dipojokan ruko-ruko, OLA pun dilepas bebas.

Dan dia lagi-lagi pulang.

OLA ternyata adalah kucing super. Sistem navigasinya bukan cuma menggunakan mata dan telinganya saja. Dia mungkin menggunakan sistem networking, menarik informasi dari kucing-ucing di daerah rumah gue. OLA tidak disangkal lagi adalah kucing ber-EQ tinggi.
Tapi tetap saja gak mengubah kenyataan. OLA tetap harus berkarir di luar rumah. KTPnya tidak lagi beralamat di rumah gue. Karena itulah rencana ke-3 dibuat lebih serius. Lebih ekstrim.
Maka, pagi esoknya, gue berkonspirasi dengan dua rekan trainer yang kebetulan menginap di rumah gue. OLA lagi-lagi harus mendekam di kotak plastik warna biru. Lalu sobat trainer gue, yang nyetir mobil. Kali ini, 2 kilometer dianggap jarak yang terlalu menyepelekan kemampuan navigasi OLA. Bagaimana kalau puluhan kilo?
Nah, maka mobil gue melesat ke kompleks perumahan mewah Karawaci dekat dengan padang Golf di sana. Alih-alih tempat sampah dan lokasi kumuh, OLA layak mendapatkan tempat yang sesuai dengan status kepintarannya. Dan .... untuk ke tiga kalinya, OLA pamitan dengan gue. Dia melengos masuk di antara semak-semak hijau di pinggir jalan sebuah apertemen mewah di sana.

OLA .... seandainya engkau bisa membuktikan kesaktianmu buat kembali pulang ke rumah, maka tak seorangpun yang akan diperbolehkan  lagi meng-cast away dirimu. Engkau akan menjelma menjadi kucing legendaris yang pantas menghuni rumah gue .... seumur hidupmu ...

Entah kenapa, ketika OLA pergi terakhir kalinya, seolah telinga gue mendengar sayup-sayup suara OLA mendesis kecil .... ”I’ll be back”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar